Rekomendasi Film Buat Merayakan Semangat Kebebasan Berkarya & Berekspresi!

Masih dalam suasana perayaan Kemerdekaan Indonesia ke-79, Bioskop Online mau mengajakmu buat mengapresiasi para filmmaker yang merangkul batasan sambil tetap merayakan kebebasan berkarya dan berekspresi dengan menonton karya-karya mereka di koleksi film “Bebas Berkarya”. 

 

Kamu tau nggak kalau film adalah satu-satunya seni yang sensornya diatur negara? Diatur dalam UU no.33 tahun 2009 dan PP no.15 tahun 2010. Mumpung semangat kemerdekaan Indonesia masih menyala, yuk kita tonton film-film buatan sineas yang berani menyampaikan gagasan baru dan menyuarakan keresahannya melalui sinema. 

 

Di beberapa hal, film bisa jadi barometer pola pikir dan gaya hidup masyarakatnya. Semakin beragam genre & premis film yang beredar, bisa dibilang kalau masyarakatnya semakin terbuka terhadap segala bentuk perbedaan dan hal-hal baru. Bebas Berkarya menayangkan potret keresahan dan atau gagasan filmmaker Indonesia. Tiap filmnya menawarkan kesempatan untuk kita mendiskusikan kisahnya, memberikan sudut pandang baru, dan mendorong kita untuk berpikir kritis. Ini dia rekomendasi filmnya!

 

Baca juga: 7 Film Pendek Agustus Yang Cocok Buat Nemenin Makan

 

Indonesia Kirana: The Dream

Film ini mengajak kita mengikuti perjuangan Paduan Suara Mahasiswa Universitas Padjadjaran demi bisa mengikuti kompetisi paduan suara paling bergengsi di Eropa, yaitu Final of European Grand Prix for Choral Singing di masa pandemi Covid-19. Emosi kamu bakal naik-turun mengikuti perjalanan mereka. Inspiratif banget!

 

Istirahatlah Kata-Kata

Film karya sutradara dan penulis naskah Yosep Anggi Noen ini menceritakan kisah Wiji Thukul, seorang aktivis sekaligus penyair terkenal di era Orde Baru. Ia melawan rezim Orde baru dengan caranya sendiri dan kemudian menjadi satu dari belasan orang hilang saat 1997-1998. Istirahatlah Kata-Kata mengambil fokus pada masa pelarian Wiji. Sejak ia mulai jadi buronan sampai berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu pengorbanan Wiji yaitu dengan meninggalkan keluarganya. 

 

Yang menarik adalah, film ini seperti ingin menunjukkan sosok Wiji sebagai manusia biasa, tanpa menampilkan aksi demonstrasi atau orasinya dengan berpuisi. Meski minim dialog, rasa sepi, kosong, gelisah, dan kerinduan dengan keluarga yang dialami Wiji bisa kamu rasakan selama menonton film. 

 

Selalu ada cara untuk meluapkan pemikiran kritis melalui karya. Film Istirahatlah Kata-Kata, Lantun Rakyat, dan Aum! adalah contohnya. Mengingatkan kita kalau film juga bisa menjadi media untuk menyuarakan kegelisahan, sekaligus pengingat bahwa sinema juga mampu memantik pikiran kritis kita.



Pasukan Semut

Lewat film pendek ini kamu akan diajak menyelami kondisi masyarakat Kalimantan yang tinggal di perbatasan Malaysia dan Indonesia. Kondisi mereka yang sulit mendapat pekerjaan dan hidup pas-pasan bikin mereka nekat melakukan pekerjaan ilegal sampai rela mempertaruhkan nyawanya. 

Film bebas jadi media pengantar pesan kepada siapa saja, termasuk penguasa. Pasukan Semut yang mengangkat isu sosial ini bisa banget membuka mata dan hati kamu. Begitu juga film dengan tema yang serupa, seperti Huma Amas dan Inninawa: An Island Calling

Membicarakan Kejujuran Diana

Lebih dari sekadar hiburan, apa pun bisa dibicarakan melalui film. Melalui sinema, pembuatnya mampu membicarakan isu-isu yang sulit dibicarakan di meja makan atau sebuah pertemuan. Sineas bebas bicara jujur seperti Diana Hasyim, seorang siswi SMU yang ‘disidang’ oleh kepala sekolah karena kejujuran dan pernyataan kritisnya di sebuah video yang ia upload di sosmed sebagai tugas pelajaran bahasa Indonesia. 


Diana yang berpikir terlalu pintar atau kritis, malah dianggap membuat gaduh di media sosial dan lingkungan, sampai dicaci maki oleh ibunya sendiri. Jadi orang yang berbeda di tengah lingkungan yang memuja keseragaman memang nggak mudah ya, Guys. Selain kisah Diana, ada film lain yang sama jujurnya dan juga membicarakan hal-hal yang sulit dibicarakan, seperti Tris dan Kado. Bisa jadi film ini bakal relate sama pengalaman kamu.

Howexplainit

Ketika anak yang masih duduk di kelas 1 SD tiba-tiba menanyakan arti seks ke ayahnya. Millenial pasti relate sama film Howexplainit ini. Kamu kebingungan juga nggak kalo anak mulai nodong pertanyaan-pertanyaan ajaib kayak gini? Tonton deh, siapa tau bisa nambah wawasan parenting kamu.

 

Kalau dulu, pendidikan seks itu dianggap tabu, sekarang malah jadi sesuatu yang perlu diajarkan ke anak sesuai tahapan usianya. Bisa dibilang film sering jadi refleksi atas situasi serupa di sekitar kita, tapi juga bebas membawa gagasan yang benar-benar baru, kayak Howexplainit, Ride to Nowhere, dan Basri & Salma in a Never-Ending Comedy

Hikayat Ajisaka

Animasi bergaya wayang berdurasi 30 menit ini mengisahkan Ajisaka, sosok yang dipercaya adalah pencipta dari aksara Jawa yang dikenal sebagai huruf Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Serasa nonton wayang kulit, tapi dengan kemasan animasi, unik dan menarik. Film ini juga dapat penghargaan internasional, seperti Rio de Janeiro World Film Festival 2023, Tokyo Shorts 2023, dan Accolade Global Film Competition 2022.

Battle of Surabaya

Ini dia film animasi buatan sineas lokal yang bikin bangga. Film ini mengisahkan hidup seorang anak penyemir sepatu yang membantu pejuang kemerdekaan dengan menjadi kurir rahasia. Reza Rahadian dan Maudy Ayunda ikut mengisi suara di film ini lho! Battle of Surabaya pernah meraih sejumlah penghargaan internasional, beberapa di antaranya Best Animation di Milan International Film Festival 2017, Best Animation di Berlin International Film Festival 2017, dan masih banyak lagi.

 

Tonton juga film lainnya, seperti Monisme, Jari Tengah Sofia, Mereka Bilang Saya Monyet, dan Memori Dia, yang mengingatkan sama makna sesungguhnya dari ‘kemerdekaan’ yang kita rayakan!

(Isma)

Rekomendasi Film Buat Merayakan Semangat Kebebasan Berkarya & Berekspresi!

Masih dalam suasana perayaan Kemerdekaan Indonesia ke-79, Bioskop Online mau mengajakmu buat mengapresiasi para filmmaker yang merangkul batasan sambil tetap merayakan kebebasan berkarya dan berekspresi dengan menonton karya-karya mereka di koleksi film “Bebas Berkarya”. 

 

Kamu tau nggak kalau film adalah satu-satunya seni yang sensornya diatur negara? Diatur dalam UU no.33 tahun 2009 dan PP no.15 tahun 2010. Mumpung semangat kemerdekaan Indonesia masih menyala, yuk kita tonton film-film buatan sineas yang berani menyampaikan gagasan baru dan menyuarakan keresahannya melalui sinema. 

 

Di beberapa hal, film bisa jadi barometer pola pikir dan gaya hidup masyarakatnya. Semakin beragam genre & premis film yang beredar, bisa dibilang kalau masyarakatnya semakin terbuka terhadap segala bentuk perbedaan dan hal-hal baru. Bebas Berkarya menayangkan potret keresahan dan atau gagasan filmmaker Indonesia. Tiap filmnya menawarkan kesempatan untuk kita mendiskusikan kisahnya, memberikan sudut pandang baru, dan mendorong kita untuk berpikir kritis. Ini dia rekomendasi filmnya!

 

Baca juga: 7 Film Pendek Agustus Yang Cocok Buat Nemenin Makan

 

Indonesia Kirana: The Dream

Film ini mengajak kita mengikuti perjuangan Paduan Suara Mahasiswa Universitas Padjadjaran demi bisa mengikuti kompetisi paduan suara paling bergengsi di Eropa, yaitu Final of European Grand Prix for Choral Singing di masa pandemi Covid-19. Emosi kamu bakal naik-turun mengikuti perjalanan mereka. Inspiratif banget!

 

Istirahatlah Kata-Kata

Film karya sutradara dan penulis naskah Yosep Anggi Noen ini menceritakan kisah Wiji Thukul, seorang aktivis sekaligus penyair terkenal di era Orde Baru. Ia melawan rezim Orde baru dengan caranya sendiri dan kemudian menjadi satu dari belasan orang hilang saat 1997-1998. Istirahatlah Kata-Kata mengambil fokus pada masa pelarian Wiji. Sejak ia mulai jadi buronan sampai berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu pengorbanan Wiji yaitu dengan meninggalkan keluarganya. 

 

Yang menarik adalah, film ini seperti ingin menunjukkan sosok Wiji sebagai manusia biasa, tanpa menampilkan aksi demonstrasi atau orasinya dengan berpuisi. Meski minim dialog, rasa sepi, kosong, gelisah, dan kerinduan dengan keluarga yang dialami Wiji bisa kamu rasakan selama menonton film. 

 

Selalu ada cara untuk meluapkan pemikiran kritis melalui karya. Film Istirahatlah Kata-Kata, Lantun Rakyat, dan Aum! adalah contohnya. Mengingatkan kita kalau film juga bisa menjadi media untuk menyuarakan kegelisahan, sekaligus pengingat bahwa sinema juga mampu memantik pikiran kritis kita.



Pasukan Semut

Lewat film pendek ini kamu akan diajak menyelami kondisi masyarakat Kalimantan yang tinggal di perbatasan Malaysia dan Indonesia. Kondisi mereka yang sulit mendapat pekerjaan dan hidup pas-pasan bikin mereka nekat melakukan pekerjaan ilegal sampai rela mempertaruhkan nyawanya. 

Film bebas jadi media pengantar pesan kepada siapa saja, termasuk penguasa. Pasukan Semut yang mengangkat isu sosial ini bisa banget membuka mata dan hati kamu. Begitu juga film dengan tema yang serupa, seperti Huma Amas dan Inninawa: An Island Calling

Membicarakan Kejujuran Diana

Lebih dari sekadar hiburan, apa pun bisa dibicarakan melalui film. Melalui sinema, pembuatnya mampu membicarakan isu-isu yang sulit dibicarakan di meja makan atau sebuah pertemuan. Sineas bebas bicara jujur seperti Diana Hasyim, seorang siswi SMU yang ‘disidang’ oleh kepala sekolah karena kejujuran dan pernyataan kritisnya di sebuah video yang ia upload di sosmed sebagai tugas pelajaran bahasa Indonesia. 


Diana yang berpikir terlalu pintar atau kritis, malah dianggap membuat gaduh di media sosial dan lingkungan, sampai dicaci maki oleh ibunya sendiri. Jadi orang yang berbeda di tengah lingkungan yang memuja keseragaman memang nggak mudah ya, Guys. Selain kisah Diana, ada film lain yang sama jujurnya dan juga membicarakan hal-hal yang sulit dibicarakan, seperti Tris dan Kado. Bisa jadi film ini bakal relate sama pengalaman kamu.

Howexplainit

Ketika anak yang masih duduk di kelas 1 SD tiba-tiba menanyakan arti seks ke ayahnya. Millenial pasti relate sama film Howexplainit ini. Kamu kebingungan juga nggak kalo anak mulai nodong pertanyaan-pertanyaan ajaib kayak gini? Tonton deh, siapa tau bisa nambah wawasan parenting kamu.

 

Kalau dulu, pendidikan seks itu dianggap tabu, sekarang malah jadi sesuatu yang perlu diajarkan ke anak sesuai tahapan usianya. Bisa dibilang film sering jadi refleksi atas situasi serupa di sekitar kita, tapi juga bebas membawa gagasan yang benar-benar baru, kayak Howexplainit, Ride to Nowhere, dan Basri & Salma in a Never-Ending Comedy

Hikayat Ajisaka

Animasi bergaya wayang berdurasi 30 menit ini mengisahkan Ajisaka, sosok yang dipercaya adalah pencipta dari aksara Jawa yang dikenal sebagai huruf Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Serasa nonton wayang kulit, tapi dengan kemasan animasi, unik dan menarik. Film ini juga dapat penghargaan internasional, seperti Rio de Janeiro World Film Festival 2023, Tokyo Shorts 2023, dan Accolade Global Film Competition 2022.

Battle of Surabaya

Ini dia film animasi buatan sineas lokal yang bikin bangga. Film ini mengisahkan hidup seorang anak penyemir sepatu yang membantu pejuang kemerdekaan dengan menjadi kurir rahasia. Reza Rahadian dan Maudy Ayunda ikut mengisi suara di film ini lho! Battle of Surabaya pernah meraih sejumlah penghargaan internasional, beberapa di antaranya Best Animation di Milan International Film Festival 2017, Best Animation di Berlin International Film Festival 2017, dan masih banyak lagi.

 

Tonton juga film lainnya, seperti Monisme, Jari Tengah Sofia, Mereka Bilang Saya Monyet, dan Memori Dia, yang mengingatkan sama makna sesungguhnya dari ‘kemerdekaan’ yang kita rayakan!

(Isma)